Suatu gerakan klasik mistisme yang
merupakan reaksi atas legalisme dan kelakuan Islam Ortodoks yang kita kenal dengan
istilah sufisme merupakan suatu sekte yang berusaha mencapai hubungan yang
lebih dengan Tuhan.
Esensinya adalah kesucian yang merupakan
pola pikir tasawuf yang terkait dengan kesederhanaan dan pengalaman pribadi
para sufi dan dijadikan sebagai konsep pengalaman beragama.
Kita sudah sering mendengar tentang
keadaan dan sejarah dua sufi besar terkenal hingga nama dan sejarahnya dimasa
kini masih sering dibahas sejarawan, ia adalah Abu Yazid al-Bustami dan Abu
Mansur al-Hallaj dua orang sufi yang pada masanya telah menambah goresan
keanekaragaman bentuk tasawuf. Bustami dengan ajaran al-Ittihadnya telah
dikembangkan oleh Al-Hallaj melalui ajaran al-Hulul. Di Indonesia tasawuf
bukanlah benda asing. Pada masa sejarah tertentu ia malah telah mempribumi dan
anggun.
2.1
Konsep
Ajaran Abu Mansur al-Hallaj.
2.1.1
Sekilas
Tentang Abu Mansur al-Hallaj.
Nama lengkapnya adalah Abu al-Mugist
al-Hasan bin Mansur bin Muhammad al-Baidhawi. Ia lahir di Baida, sebuah kota
kecil diwilayah Persia pada tahun 244 H (857-858 M).
Ia tumbuh dewasa dikota wasith, dekat
Baghdad. Al-Hallaj bukan dari keturunan orang Arab melainkan keturunan dari
Persia. Kakeknya bernama Muhammad, adalah seorang majuzi taat. Namun ayahnya
yang kemudian berpindah menjadi pemeluk agama Islam.
Pada usia 16 tahun, ia belajar pada
seorang yang terkenal pada saat itu, yaitu Salil bin Abdullah al-Tusturi di
ahwas. Dua tahun kemudian ia pergi ke Basrah dan berguru kepada Amr al-Makki
yang juga seorang sufi, dan pada tahun 878 M, ia memasuki kota Baghdad dan
belajar kepada Junaidi al-baghdadi.
Al-Hallaj selalu berpindah-pindah dalam
pengembaraannya yang panjang. Sebelum dalam pengembaraannya ia telah manunaikan
ibadah haji tiga kali, dan kemudian menetap di Baghdad dan mengajarkan
ajaran-ajaran tasawufnya yang berbeda dengan tasawuf sebalum dan sezamannya.
Ungkapan ana al-Haqq adalah ungkapan
al-Hallaj yang tidak dapat dimaafkan oleh ulama fiqh karena dianggap murtad.
Dan itulah yang menjadi alasan untuk memenjaraknnya.
Setahun kemudian ia meloloskan dari
penjara, tetapi empat tahun kemudian ia tertangkap lagi.
Delapan tahun dalam penjara tidak melunturkan
pendiriannya akhirnya pada tahun 921 M, ia divonis hukuman mati dengan
mula-mula dipukuli, dicambuk dengan cemeti, lalu di salib. Kedua kakinya dan
tangannya dipotong dan lehernya dipenggal. Setelah itu tubuhnya dibiarkan
tergantung dipintu gerbang kota Baghdad.
Dalam suatu riwayat yang lain disebutkan
bahwa, setelah dipenjara selama delapan tahun, al-Hallaj dihukum gantung, ia
dicambuk sebanyak seribu kali tanpa mengadu kesakitan lalu dipenggal kepalanya.
Namun sebelum dipancung, ia meminta sholat dua rakaat. Setelah itu, kakinya dan
tangannya dipotong, lalu badannya digulung dalam tikar bambu lalu dibakar dan
abunya dibuang ke sungai, sedangkan dibawa kekhurasan untuk dipertontonkan.
2.1.2
Ajaran
al-Hulul Abu Mansur al-Hallaj.
Hulul berarti penempatan, penyinaran,
dan penurunan. Sedangkan menurut istilah Hulul adalah paham yang menyatakan
bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di
dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada didalam tubuh itu
dilenyapkan.
Al-Hallaj berpendapat bahwa dalam diri
manusia sebenarnya ada sifat-sifat ketuhanan. Ia menakwilkan QS. Al-Baqarah :
34:
øÎ)ur $oYù=è% Ïps3Í´¯»n=uKù=Ï9 (#rßàfó$# tPyKy (#ÿrßyf|¡sù HwÎ) }§Î=ö/Î) 4n1r& uy9õ3tFó$#ur tb%x.ur z`ÏB úïÍÏÿ»s3ø9$# ÇÌÍÈ
“Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu
kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur
dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir”.[1]
Bahwa
Allah memberi perintah kepada malaikat untuk sujud kepada Adam. Karena yang
berhak untuk diberi sujud hanyalah Allah, maka al-Hallaj memahami bahwa dalam
diri Adam ada unsur ketuhanan. Jika nasut Allah mengandung tabiat seperti
manusia, yang terdiri atas roh dan jasad, lahut itu dapat bersatu dengan manusia
dengan cara menempati tubuh setelah sifat-sifat kemanusiaannya hilang.
Al-Hallaj mengajarkan bahwa Tuhan
memiliki sifat lahut dan nasut, demikian pula manusia melalui maqamat, manusia
mampu ketingkat fana’ dimana manusia telah menghilangkan nasutnya dan meningkatlah
lahut yang mengontrol dan menjadi inti kehidupan. Yang demikian itu
memungkinkan untuk hululnya Tuhan dalam dirinya. Atau Tuhan menitis kepada yang
dipilih-pilih-Nya melalui titik sentral manusia yaitu roh.
Menurut al-Hallaj, apabila jiwa seseorang
telah suci dalam menempuh hidup kerohanian, akan naiklah tingkat kehidupannya dari
satu maqam ke maqam yang lain. Setelah sampai pada tingkatan yang paling
tinggi, maka Tuhan akan menjelma dalam dirinya, sehingga apa yang dilakukannya
merupakan perbuatan Tuhan.
Ungkapan ana al-Haqq bukanlah bermakna
tektual. Namun pada hakikatnya kata-kata tersebut adalah yang ia ucapkan
melalui lidahnya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan.
1. Abu
Mansur al-Hallaj dengan konsep al-Hulul berpendapat bahwa tidaklah mustahil
jika seorang menyatu dengan Tuhan, karena pada diri manusia terdapat unsur
ketuhanan. Apabila diri manusia dibersihkan dari unsur nasut dan di dominasi
dengan unsur lahut, maka Tuhan akan mengambil tempat pada dirinya.
2. Mengkaji
konsep al-Hulul sendiri tidak bisa dilepaskan dari penafsiran-penafsiran
al-Hallaj sendiri atas doktrin tersebut. Melihatnya tentu dari kacamata sufi
bukan dari kacamata fiqh atau teologi.
[1]
Maksud
Sujud di sini berarti menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud
memperhambakan diri, karena sujud memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata
kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar