Laman

Minggu, 18 Desember 2011

ABU MANSUR AL-HALLAJ


Suatu gerakan klasik mistisme yang merupakan reaksi atas legalisme dan kelakuan Islam Ortodoks yang kita kenal dengan istilah sufisme merupakan suatu sekte yang berusaha mencapai hubungan yang lebih dengan Tuhan.
Esensinya adalah kesucian yang merupakan pola pikir tasawuf yang terkait dengan kesederhanaan dan pengalaman pribadi para sufi dan dijadikan sebagai konsep pengalaman beragama.
Kita sudah sering mendengar tentang keadaan dan sejarah dua sufi besar terkenal hingga nama dan sejarahnya dimasa kini masih sering dibahas sejarawan, ia adalah Abu Yazid al-Bustami dan Abu Mansur al-Hallaj dua orang sufi yang pada masanya telah menambah goresan keanekaragaman bentuk tasawuf. Bustami dengan ajaran al-Ittihadnya telah dikembangkan oleh Al-Hallaj melalui ajaran al-Hulul. Di Indonesia tasawuf bukanlah benda asing. Pada masa sejarah tertentu ia malah telah mempribumi dan anggun.

2.1         Konsep Ajaran Abu Mansur al-Hallaj.
2.1.1             Sekilas Tentang Abu Mansur al-Hallaj.
Nama lengkapnya adalah Abu al-Mugist al-Hasan bin Mansur bin Muhammad al-Baidhawi. Ia lahir di Baida, sebuah kota kecil diwilayah Persia pada tahun 244 H (857-858 M).
Ia tumbuh dewasa dikota wasith, dekat Baghdad. Al-Hallaj bukan dari keturunan orang Arab melainkan keturunan dari Persia. Kakeknya bernama Muhammad, adalah seorang majuzi taat. Namun ayahnya yang kemudian berpindah menjadi pemeluk agama Islam.
Pada usia 16 tahun, ia belajar pada seorang yang terkenal pada saat itu, yaitu Salil bin Abdullah al-Tusturi di ahwas. Dua tahun kemudian ia pergi ke Basrah dan berguru kepada Amr al-Makki yang juga seorang sufi, dan pada tahun 878 M, ia memasuki kota Baghdad dan belajar kepada Junaidi al-baghdadi.
Al-Hallaj selalu berpindah-pindah dalam pengembaraannya yang panjang. Sebelum dalam pengembaraannya ia telah manunaikan ibadah haji tiga kali, dan kemudian menetap di Baghdad dan mengajarkan ajaran-ajaran tasawufnya yang berbeda dengan tasawuf sebalum dan sezamannya.
Ungkapan ana al-Haqq adalah ungkapan al-Hallaj yang tidak dapat dimaafkan oleh ulama fiqh karena dianggap murtad. Dan itulah yang menjadi alasan untuk memenjaraknnya.
Setahun kemudian ia meloloskan dari penjara, tetapi empat tahun kemudian ia tertangkap lagi.
Delapan tahun dalam penjara tidak melunturkan pendiriannya akhirnya pada tahun 921 M, ia divonis hukuman mati dengan mula-mula dipukuli, dicambuk dengan cemeti, lalu di salib. Kedua kakinya dan tangannya dipotong dan lehernya dipenggal. Setelah itu tubuhnya dibiarkan tergantung dipintu gerbang kota Baghdad.
Dalam suatu riwayat yang lain disebutkan bahwa, setelah dipenjara selama delapan tahun, al-Hallaj dihukum gantung, ia dicambuk sebanyak seribu kali tanpa mengadu kesakitan lalu dipenggal kepalanya. Namun sebelum dipancung, ia meminta sholat dua rakaat. Setelah itu, kakinya dan tangannya dipotong, lalu badannya digulung dalam tikar bambu lalu dibakar dan abunya dibuang ke sungai, sedangkan dibawa kekhurasan untuk dipertontonkan.
2.1.2             Ajaran al-Hulul Abu Mansur al-Hallaj.
Hulul berarti penempatan, penyinaran, dan penurunan. Sedangkan menurut istilah Hulul adalah paham yang menyatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada didalam tubuh itu dilenyapkan.
Al-Hallaj berpendapat bahwa dalam diri manusia sebenarnya ada sifat-sifat ketuhanan. Ia menakwilkan QS. Al-Baqarah : 34:
øŒÎ)ur $oYù=è% Ïps3Í´¯»n=uKù=Ï9 (#rßàfó$# tPyŠKy (#ÿrßyf|¡sù HwÎ) }§ŠÎ=ö/Î) 4n1r& uŽy9õ3tFó$#ur tb%x.ur z`ÏB šúï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÌÍÈ  
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir”.[1]
 Bahwa Allah memberi perintah kepada malaikat untuk sujud kepada Adam. Karena yang berhak untuk diberi sujud hanyalah Allah, maka al-Hallaj memahami bahwa dalam diri Adam ada unsur ketuhanan. Jika nasut Allah mengandung tabiat seperti manusia, yang terdiri atas roh dan jasad, lahut itu dapat bersatu dengan manusia dengan cara menempati tubuh setelah sifat-sifat kemanusiaannya hilang.
Al-Hallaj mengajarkan bahwa Tuhan memiliki sifat lahut dan nasut, demikian pula manusia melalui maqamat, manusia mampu ketingkat fana’ dimana manusia telah menghilangkan nasutnya dan meningkatlah lahut yang mengontrol dan menjadi inti kehidupan. Yang demikian itu memungkinkan untuk hululnya Tuhan dalam dirinya. Atau Tuhan menitis kepada yang dipilih-pilih-Nya melalui titik sentral manusia yaitu roh.
Menurut al-Hallaj, apabila jiwa seseorang telah suci dalam menempuh hidup kerohanian, akan naiklah tingkat kehidupannya dari satu maqam ke maqam yang lain. Setelah sampai pada tingkatan yang paling tinggi, maka Tuhan akan menjelma dalam dirinya, sehingga apa yang dilakukannya merupakan perbuatan Tuhan.
Ungkapan ana al-Haqq bukanlah bermakna tektual. Namun pada hakikatnya kata-kata tersebut adalah yang ia ucapkan melalui lidahnya.  

BAB III
PENUTUP
3.1         Kesimpulan.
1.      Abu Mansur al-Hallaj dengan konsep al-Hulul berpendapat bahwa tidaklah mustahil jika seorang menyatu dengan Tuhan, karena pada diri manusia terdapat unsur ketuhanan. Apabila diri manusia dibersihkan dari unsur nasut dan di dominasi dengan unsur lahut, maka Tuhan akan mengambil tempat pada dirinya.
2.      Mengkaji konsep al-Hulul sendiri tidak bisa dilepaskan dari penafsiran-penafsiran al-Hallaj sendiri atas doktrin tersebut. Melihatnya tentu dari kacamata sufi bukan dari kacamata fiqh atau teologi.


[1] Maksud Sujud di sini berarti menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri, karena sujud memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah.

Tidak ada komentar: