Laman

Kamis, 15 Desember 2011

Asas Kewarganegaraan

ASAS KEWARGENEGARAAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
         
          Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah ini dahulu biasa disebut hamba atau kawula negara. Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu negara,yakni peserta dari persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama, atas dasar tanggung jawab barsama dan untuk kepentingan bersama. Untuk itu, setiap warga negara mempunyai persamaan hak di hadapan hukum. Semua warga negara memiliki kepastian hak, privasi, dan tanggung jawab.   

          Adapun definisi warga negara dengan anggota negara. Sebagai anggota negara, seorang warga negara mempunyai kedudukan yang khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.        Asas Kewarganegaraan

            Sebagaimana dijelaskan di muka bahwa warga negara merupakan anggota sebuah negara yang mempunyai tanggung jawab dan hubungan timbal balik terhadap negaranya. Seseorang yang diakui sebagai warga negara dalam suatu negara haruslah ditentukan berdasarkan ketentuan yang telah disepakati dalam negara tersebut. Ketentuan itu menjadi asas atau pedoman untuk menentukan status kewarganegaraan seseorang. Setiap negara mempunyai kebebasan dan kewenangan untuk menentukan asas kewarganegaraan seseorang.

            Dalam menerapkan asas kewarganegaraan ini, dikenal dengan 2 (dua) pedoman, yaitu asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaraan berdasarakan perkawinan. Dari sisi kelahiran, ada 2 (dua) asas kewarganegaraan yang sering dijumpai, yaitu ius soli (tempat kelahiran) dan ius sanguinus (keturunan). Sedangkan dari sisi perkawinan dikenal pula asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.

1.  Dari Sisi Kelahiran

            Pada umumnya, penentuan kewarganegaraan berdasarkan pada sisi kelahiran seseorang (sebagimana disebut di atas) diknal dengan 2 (dua) asas kewarganegaraan, yaitu ius soli dan ius sanguinus. Kedua istilah tersebut berasal dari bahasa latin. Ius berarti hukum, dalil atau pedoman, soli berasal dari kata solum yang berarti negeri, tanah atau daerah sanguinus berasal dari kata sanguis yang berarti darah. Dengan demikian, ius soli berarti padoman kewarganegaraan yang berdasarkan tempat atau daerah kelahiran, sedangkan ius sanguinus adalah pedoman kewarganegaraan berdasarkan darah atu keturunan.

            Sebagai contoh, jika sebuah negara menganut asas ius soli, maka sesorang yang dilahirkan di negara tersebut, mendapatkan hak sebagai warganegara. Begitu pula dengan asas ius sanguinis. Jika sebuah negara sebuah negara menganut ius sanguinis, maka seseorang yang lahir dari orang tua yamg memiliki kewarganegaraan suatu negara, indonesia misalnya, maka anak tersebut berhak mendapatkan status kewrganegaraan orang tuanya, yakni warga negara Indonesia.

2.  Dari Sisi Perkawinan

            Selain hukum kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran, kewarganegaraan seseorang juga dapat dilihat dari sisi perkawinan yang mencakup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. Asas Kesatuan Hukum berdasarkan paradigma bahwa suami-isteri ataupun ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang menghendaki suasana sejahtera, sehat dan tidak terpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, suami-istri atupun keluarga yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.

             Untuk merealisasikan terciptanya kesatuan dalam keluarga atau suami-isteri, maka semuanya harus tunduk pada hukum yang sama. Dengan adanya kesamaan pemahaman dan komitmen menjalankan kebersamaan atas dasar hukum yang sama tersebut, menghendaki adanya kewarganegaraan yang sama, sehingga masing-masing tidak terdapat perbedaan yang dapat mengganggu keutuhan dan kesejahteraan keluarga.

           

            Sedangkan dalam asas persamaan derajat ditentukan bahwa suatu perkawinan tidak menyebakan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak. Baik suami ataupun isteri tetap berkewarganegaraan asal, atau dengan kata lain sekalipun sudah menjadi suami-isteri, mereka tetap memiliki status kewarganegaraan sendiri, sama halnya ketika mereka belum diikatkan menjadi suami-isteri.

B.        Unsur-unsur Yang Menentukan Kewarganegaraan

1.  Unsur Darah Keturunan (Ius Sanguinus)

            Kewarganegaraan dari orang tua yang menurunkan menentukan kewarganegaraan seseorang, artinya kalau orang dilahirkan dari orang tua yang berwarganegara Indunesia, ia dengan sendirinya juga warga negara Indonesia.

            Prinsip ini adalah prinsip asli yang telah berlaku sejak dahulu, yang di antaranya terbukti dalam sistem kesukuan, di mana anak dari anggota sesuatu suku dengan sendirinya dianggap sebagai anggota suku itu. Sekarang prinsip ini berlaku di antaranya di Inggris, Amerika, Perancis, Jepang, dan juga Indonesia.

2.  Unsur Daerah Tempat Kelahiran (Ius Soli)

            Daerah tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan. Misalnya, kalau orang dilahirkan di dalam daerah hukum Indonsia, ia dengan sendirinya menjadi warga negara Indonesia. Terkecuali anggota-anggota korps diplomatik dan anggota tentara asing yang masih dalam ikatan dinas. Di samping dan bersama-sama dengan prinsip ius sanguinus, prinsip ius soli ini berlaku juga di Amerika, Inggris, Perancis dan juga Indonesia.

            Tetapi di Jepang, prinsip ius soli ini tidak berlaku. Karena seseorang yang tidak dapat membuktikan bahwa orang tuanya berkebangsaan Jepang, ia tidak dapat diakui sebagi warga negara Jepang.  

3.  Unsur Pewarganegaraan (Naturalisasi)

            Walaupun tidak dapat memenuhi prinsip ius sanguinus ataupun ius soli, orang dapat juga memperoleh kewarganegaraan dengan jalan pewarganegaraan atau naturalisasi. Syarat- syarat dan prosedur pewargangaraan ini di berbagai negara sedikit-banyak dapat berlainan, menurut kebutuhan yang dibawakan oleh kondisi negara masing-masing.

            Dalam pewarganegaraan ini ada yang aktif dan ada pula yang pasif. Dalam pewarganegaran aktif, seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak menjadi warga negara dari suatu negara. Sedangkan dalam pewarganegaraan pasif, seseorang yang tidak mau diwarganegarakan oleh suatu negara atau tidak mau diberi atau dijadikan warga negara suatu negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi, yaitu hak menolak pemberian kewarganegaraan tersebut.

C.        Karakteristik Warga Negara yang Demokrat
                               
            Untuk membangun suatu tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadaban, maka setiap warga negara haruslah memiliki karakter atau jiwa yang demokratis pula. Ada beberapa karakteristik bagi warga negara yang disebut sebagai demokrat, yakni antara lain sebagai berikut:

1.  Rasa Hormat dan Tanggung Jawab

            Sebagai warga negara yang demokratis, hendaknya memiliki rasa hormat terhadap sesama warga negara terutama dalam konteks adanya pluralitas masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis, suku, ras, keyakinan, agama, dan ideologi politik. Selain itu, sebagai warga negara yang demokrat, seorang warga negara juga dituntut untuk turut bertanggung jawab menjaga keharmonisan hubungan antar etnis serta keteraturan dan ketertiban negara yang berdiri di atas pluralitas tersebut.

2.  Bersikap Kritis

            Warga negara yang demokrat hendaknya selalu bersikap kritis, baik terhadap kenyataan empiris (realitas sosial, budaya, dan politik) maupun terhadap kenyataan supra-empiris (agama, mitologi, kepercayaan). Sikap kritis juga harus ditujukan pada diri sendiri. Sikap kritis pada diri sendiri itu tentu disertai sikap kritis terhadap pendapat yang berbeda. Tentu saja sikap kritis ini harus didukung oleh sikap yang bertanggung jawab terhadap apa yang dikritis.
3.  Membuka Diskusi dan Dialog

            Perbedaan pendapat dan pandangan serta perilaku merupakan realitas empirik yang pasti terjadi di tengah komunitas warga negara, apalagi di tengah komunitas masyarakat yang plural dan multi etnik. Untuk meminimalisasi konflik yang ditimbulkan dari perbedaan tersebut, maka membuka ruang untuk berdiskusi dan berdialog merupakan salah satu solusi yang bisa digunakan. Oleh karenanya, sikap membuka diri untuk dialog dan diskusi merupakan salah satu ciri sikap warga negara yang demokrat.  

4.  Bersikap Terbuka 

            Sikap terbuka merupakan bentuk penghargaan terhadap kebebasan sesama manusia, termasuk rasa menghargai terhadap hal-hal yang tidak biasa atau baru serta pada hal-hal yang mungkin asing. Sikap terbuka yang didasarkan atas kesadaran akan pluralisme dan keterbatasan diri akan melahirkan kemampuan untuk menahan diri dan tidak secepatnya menjatuhkan penilaian dan pemilihan.

5.  Rasional 

            Bagi warga negara yang demokrat, memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara bebas dan rasional adalah suatu hal yang harus dilakukan. Keputusan-keputusan yang diambil secara rasional akan mengantarkan sikap yang logis yang ditampilkan oleh warga negara. Sementara, sikap dan keputusan yang diambil secara tidak rasional akan membawa implikasi emosional dan cendrung egois. Masalah-masalah yang terjadi di lingkungan warga negara, baik persoalan politik, sosial,budaya dan sebagainya, sebaiknya dilakukan dengan keputusan-keputusan yang rasioanal.
6.  Adil

            Sebagai warga negara yang demokrat, tidak ada tujuan baik yang patut diwujudkan dengan cara-cara yang tidak adil. Penggunaan cara-cara yang tidak adil adalah bentuk pelanggaran hak asasi dari orang yang tidak diperlakukan tidak adil. Dengan semangat keadilan, maka tujuan-tujuan bersama bukanlah suatu yang didiktekan tetapi ditawarkan. Mayoritas suara bukanlah diatur tetapi diperoleh.

6.  Jujur

            Memiliki sikap dan sifat yang jujur bagi warga negara merupakan sesuatu yang niscaya. Kejujuran merupakan merupakan kunci terciptanya keselarasan dan keharmonisan hubungan antar warga negara. Sikap jujur bisa diterapkan di segala sektor, baik politik, sosial dan sebagainya.

            Kejujuran politik adalah bahwa kesejahteraan warga negara tujuan yang ingin dicapai, yaitu kesejahteraan dari masyarakat yang memilih para politisi. Ketidakjujuran politik adalah seorang politisi mencari keuntungan bagi dirinya sendiri atau mencari keuntungan bagi partainya, karena partai itu penting bagi kedudukannya.      
                                                                                      
BAB III
KESIMPULAN

            Seseorang yang diakui sebagai warga negara dalam suatu negara haruslah ditentukan berdasarkan ketentuan yang telah disepakati dalam negara tersebut. Ketentuan itu menjadi pedoman untuk menentukan status kewarganegaraan seseorang.

            Dalam menerapkan asas kewarganegaraan ada 2 (dua) pedoman yaitu asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaraan berdasarakan perkawinan

            Dalam menentukan kewarganegaraan harus mengetahui unsur-unsur untuk mendapatkan status sebagai warga negara. Yang mana unsur-unsur yang menentukan kewarganegaraan itu bisa dari darah keturunan, daerah tempat kelahiran.

            Masyarakat yang demokratis harus memiliki karekteristik sebagai warga negara yang demokrat yakni antara lain sebagai berikut:
  1. Memiliki rasa hormat tanggung jawab
  2. Selalu bersikap kritis
  3. Membuka diskusi dan dialog
  4. Bersikap terbuka
  5. Mampu mengambil keputusan secara bebas dan rasional
  6. Bersikap adil
  7. Memiliki sikap dan sifat yang jujur

Tidak ada komentar: